Aku berjodoh dengan istriku lantaran lewat internet. Gara-gara chatting akhirnya aku menikah. Waktu itu aku kerja di Jakarta, sementara calon istriku masih menyelesaikan kuliah di fakultas teknik sebuah universitas di Yogyakarta. Jarak sedemikian jauh tentu membuat rindu kian menjadi-jadi. Chatting jadilah satu-satunya alat komunikasi yan paling murah selain pesan singkat atau SMS. Kami selalu mengagendakan chatting tiap malam kadang dua hari sekali, kadang 4 hari sekali.
Dalam chatting, kami selalu bercerita tentang bulan yang bundar sempurna di tempat masing-masing ketika bersamaan dengan waktu bulan purnama. Istriku waktu itu bilang kalau bulan, malam itu benar benar bulat di atas langit lantai dua asramanya.
Setelah menikah kami menyewa sepetak ruangan di rumah susun di kawasan Bidara Cina - Cawang Jakarta. Tidak kami duga kami masih sering ditemani oleh bulan bundar. Di lantai dua rumah susun itu kami menatap indahnya bulan purnama di langit sebelah timur.
Tidak lama kemudian kami telah memiliki dua orang buah hati mungil-mungil. Berbarengan dengan itu kami memulai kredit rumah mungil di Kota Depok Jawa Barat. Ternyata Depok juga tak luput dikunjungi keindahan sang bulan bulat.
Setiap sore ketika kami pulang dari tempat kerja kami sering terpesona dengan bulan bundar yang baru terbit, menyembul di atas pohon bambu, di sepanjang jalan kami pulang. Kami telah disatukan oleh bulan bulat. Kami ingin mewariskan kesaksian bulan bulat ini kepada buah hati kami.
Kami pun ingin membangun menara untuk untuk melihat bulan bulat bersama sekeluarga di atas rumah kecil kami. Tentu bukan menara dari besi baja. Agar kami bisa menatap bulan bundar lebih lama, kami mesti membuat lantai lagi di atas rumah. Hal itu disebabkan oleh karena rumah kami kecil, tidak punya halaman. Tidak ada lagi tanah lapang tempat untuk menikmati pesona bulan bundar itu setiap bulan purnama.
Ya, kami ingin membangun lantai 2 di atas rumah kami yang sekarang. Karena rumah kami tipe sangat sederhana, tentu saja bahan bangunan yang dipakai oleh pengembang tidaklah kokoh. Kami tidak bisa asal membuat dak begitu saja. Mesti harus membuat rangka penyangga. Tentu ini memerlukan biaya yang besar lagi.
Setelah kami surfing di internet ada informasi tentang bahan bangunan beton ringan dan kuat. Yaitu beton ringan aerasi berteknologi Jerman, buatan Hebel.Dengan mudah dan praktisnya kami berandai-andai bisa membangun ruangan lantai dua rumah kami memakai beton ringan ini. Karena lantai dua rumah kami itu akan menjadi menara untuk melihat bulan bundar dan menceritakannya ke buah hati kami, maka ruangan tersebut harus kuat, kedap suara dan tahan lama. Karena ruangan ini akan menjadi laboratorium alam dan belajar buat buat buah hatiku di masa depan kelak.
Rumah kami kecil dan mungil. Sudah pasti kami akan membangun lantai tersebut di atas dapur dan kamar mandi disebelahnya. Beton yang tahan api ini tentu menjadi pilihan yang menarik.
Kami juga akan menggunakan tukang seminimal mungkin untuk mengurangi anggaran. Untung beton Hebel ini mudah pengerjaanya. Kami juga akan mendidik buah hatiku untuk hidup sehat dan menyayangi lingkungan. Kelak juga akan kami ceritakan bahwa dinding "menara bulan bundar" ini tidak mengandung bahan berbahaya. Dari sini kami yakin mereka akan memahami pentingnya menyayangi lingkungan hidupnya.
Ya, kami tentu boleh berharap bahwa Hebel dan Prime Mortar bisa membantu mewujudkan menara impian ini. Menara "bulan bundar". Dan pada akhirnya kelak kami akan mewariskan "fenomena bulan bundar bulat di atas Depok" kepada buah hatiku. Ini bagian dari membangun generasi yang peduli kepada pembangunan pengetahuan bangsa.
Tulisan ini dibuat dalam rangka lomba penulisan cerita yang diselenggarakan oleh Hebel...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar